PASAL 28 A
“Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Contoh pelanggaran kasus:
Aborsi merupakan contoh
kecil dari pelanggaran pasal ini, namun inilah pelanggaran yang paling berat
menurut saya, tetapi sayangnya mendapatkan penanganan yang kurang dari para
aparat. Apalah dosa seorang bayi dalam rahim? Ia memang tidak mengenal dunia
ini, namun ia berhak untuk mengenalnya bukan? Lalu apakah hak seorang ibu dan
pihak – pihak lainya yang terkait untuk mencabut hak itu?
Pasal 28 B ayat 1
“Setiap orang berhak membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah”
Keluarga adalah lingkungan
dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah bersatu.Keluarga
terdiri dari ayah ,ibu dan anak-anak . Pengertian keluarga adalah
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan .Kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu
keturunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki
,esensial ,enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabunga itu untuk
memuliakan masing-masing anggotanya .Keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang bergabung karena hubungan darah,hubungan perkawinan atau
pengangkatan ,dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga,berinteraksi satu
sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan .
Peranan keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal ,sifat,kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu .Peranan individu
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,kelompok
dan masyarakat.
Pasal 28B Ayat 2
“Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”
Ada banyak kasus tentang
pelanggaran hak atas anak. Misalnya pernikahan dini, minimnya pendidikan,
perdagangan anak, penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Pernikahan dini banyak terjadi di pedesaan, 46,5% perempuan menikah sebelum
mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai 16 tahun. Survey terhadap
pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli, di Surabaya ditemukan bahwa
25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun (Ruth
Rosenberg, 2003).
Contoh kasus paling nyata
dan paling segar adalah pernikahan yang dilakukan oleh Kyai Pujiono Cahyo
Widianto atau dikenal dengan Syekh Puji dengan Lutfiana Ulfa (12 tahun). Di
dalam pernikahan itu seharusnya melanggar Undang Undang perkawinan dan Undang
Undang perlindungan anak.
Kasus lain yang baru saja
terjadi yaitu tentang perbuatan sodomi yang dilakukan oleh seorang tersangka
kepada anak-anak jalanan, bahkan tidak segan-segan tersangka tega membunuh dan
memutilasi korbannya setelah melakukan perbuatan kejinya.
Pasal 28C ayat 1
“Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Tidak bisa dipungkiri
nilai dari biaya untuk masuk sekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi sangat
tinggi. Di beragam media berkembang isu-isu pendidikan legal mulai dari biaya
sampai kualitas lulusan. Isu biaya di tahun ajaran baru sekarang menjadi
superstar di kalangan orang tua atau wali para siswa dan atau mahasiswa.
Banyak pihak yang
dipersalahkan mengenai biaya pendidikan legal ini. Seharusnya murah, seharusnya
gratis, seharusnya semua mendapat kesempatan yang sama, seharusnya…seharusnya…
Namun di negara Indonesia ini menunggu
yang “seharusnya” itu sepertinya masih lama. Karena memang semua juga masih
harus sekolah dan belajar, termasuk pihak-pihak yang dipersalahkan itu.
Pada dasarnya, hak untuk berpikir dan
bertindak mendapatkan ilmu atau pendidikan adalah milik semua orang. Tergantung
apakah masing-masing mau menggunakan haknya atau tidak. Kalau memang yang ingin
di didik itu menggunakan haknya dan terus berjuang mendapatkan ilmu dengan
berbagai cara, tentunya ada jalan bahwa pendidikan itu akan gratis.
Tentu saja cara yang
dipergunakan adalah berprestasi, baik dari segi nilai akademis, kreativitas,
inovasi, serta bersosialisasi untuk memperluas wawasan yang pastinya juga
bagian dari berlajar atau mendapatkan pendidikan. Dengan demikian jika setiap
siswa atau mahasiswa di Indonesia saling bekerjasama sekaligus berkompetisi
secara sehat dengan cara-cara yang demikian, hampir pasti pendidikan Indonesia
akan gratis. Dan hampir pasti bangsa ini akan maju.
Intinya, finansial
bukanlah masalah untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Jika definisi dari
pendidikan yang layak adalah mendapatkan satu sarana gedung, bangku, lab,
pengajar atau dosen, buku-buku, dsb. Maka kesemuanya bisa didapat secara gratis
jika telah berusaha keras mendapatkan itu semua dengan cara yang kreatif.
Pasal 28D Ayat 1
“Hak memperoleh keadilan hukum”
Belum
lama ini kita sering mendengar kasus – kasus hukum yang lebih menjerat kepada
kaum tidak mampu. Salah satu kasus yang membuat miris adalah kasus Nenek
Pencuri Tiga Biji Kakao Divonis Satu Bulan Setengah. Kasus ini adalah salah
satu contoh bahwa hukum Indonesia seperti “pisau” keatas tumpul kebawah tajam.
Dalam kasus ini nek Minah mencuri karena terdorong kemiskinan. Kasus Minah
snangat menarik perhatian masyarakat, karena menyentuh inti kemanusiaan,
melukai keadilan rakyat. Seharusnya perkara ini tidak perlu dimeja hijaukan
cukup dilakukan dengan musyawarah. Lagi pula tiga biji benih kakao untuk
ditanam kembali tidak sampai merugikan PT RSA. Disini kita belajar bahwa dalam
Negara kita untuk memperoleh keadilan hukum sangat sulit, padahal hak
memperoleh keadilan hukum sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1.
Sehingga sangat diperlukan konstruksi ulang dalam peradilan dinegara kita
ini.
Nenek berusia 57
tahun asal Depok ini sempat ditahan polisi karena dilaporkan melakukan
penganiayaan terhadap pembantunya. Penganiayaan yang dimaksud adalah mencubit
paha. Kasus ini terjadi pada Mei 2009 lalu. Seorang buruh pabrik bernama
Hamdani divonis hukuman kurungan 2 bulan 24 hari oleh Pengadilan Negeri
Tangerang pada Oktober 2002, atas tuduhan mencuri sandal jepit milik perusahaan
tempatnya bekerja. Padahal sejatinya Hamdani hanya meminjam sandal hasil
produksi perusahaan untuk mengambil air wudlu. Praktek serupa pun dijalankan
para koleganya. Hanya saja Hamdani bernasib sial.
Pasal 28 E Ayat 1
Contoh kasus yang ramai
pernah terjadi di Indonesia yaitu adanya aliran Ahmadiyah. Di dalam ajaran
aliran agama ini, meyakini bahwa nabi Muhammad bukannlah nabi yang terakhir
seperti yang tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an. Sontak dengan adanya aliran
ini membuat seluruh unat muslim menjadi geram. Entahlah, apakah aliran ini
sesat atau tidak?
Menteri Agama M. Maftuh
Basyuni berkeyakinan Ahmadiyah menyesatkan dan sesat. Namun, pernyataan
tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah menteri agama atau aparat negara
lainnya mempunyai wewenang menyatakan suatu ajaran keagamaan/kepercayaan sesat
dan menyesatkan dalam konteks UUD 1945 dan hak asasi manusia (HAM)?
Dalam konteks UUD 1945 dan
HAM, pernyataan Menteri Agama M. Maftuh Basyuni bahwa Ahmadiyah sesat dan
menyesatkan merupakan pelanggaran kebebasan memeluk agama. Menteri Agama
seharusnya memahami arti kewajivan negara untuk melindungi/memajukan hak atas
kebebasan beragama/kepercayaan.
Pasal 28 E ayat 2
“ Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya ”
Gereja HKBP Pondok Timur Akhirnya
Disegel
Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi,
Senin (1/3) siang, akhirnya menyegel rumah tinggal yang dijadikan tempat ibadah
jemaat gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur di Jalan Puyuh
Raya RT 01/15 No 14, Perumahan Pondok Timur Indah, Kecamatan Mustika Jaya, Kota
Bekasi.
Papan tanda penyegelan
tersebut dipasang petugas Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (P2B) Pemkot
Bekasi, disaksikan puluhan jemaat gereja tersebut. Tulisan di papan ini:
“Bangunan ini disegel berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2005, Perda Nomor 61 Tahun
1999, Perda Nomor 74 Tahun 1999, Perda Nomor 4 Tahun 2000, Keputusan Wali Kota
Bekasi Nomor 15 Tahun 1998 Bidang Pengawasan dan Pengendalian Bangunan.”
Namun, setelah ditinggal petugas, papan segel tersebut pun dibuka. Juru
Bicara HKBP Pondok Timur Rever Harianja mengungkapkan, petugas P2B melampaui
kewenangan karena langsung melakukan penyegelan tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu.
“Penyegelan ini kami
anggap tidak ada. Berita acaranya saja tidak diserahkan kepada kami,” tegasnya.
Ia mengatakan, tempat tersebut tetap akan digunakan sebagai tempat untuk
menjalankan ibadah. “Tidak mungkinlah kami tidak beribadah,” ungkap Rever yang
dibenarkan sejumlah ibu-ibu warga jemaat. Lokasi itu pun tetap dijaga karena
sudah sejak tahun 2007 mereka menggunakan lokasi tersebut sebagai tempat
ibadah.
Didemo Warga Seperti
diberitakan sebelumnya, sedikitnya 250 orang yang mengaku sebagai warga
setempat, Minggu (28/2) pagi, menggelar unjuk rasa dan meminta rumah yang dijadikan
sebagai gereja itu ditutup dan dikembalikan fungsinya. Penyegelan itu sendiri
juga disesalkan para jemaat. Pendeta Gereja HKBP Pondok Timur Luspita
Simanjuntak sebelumnya juga menjelaskan bahwa tempat itu sudah dijadikan
sebagai tempat ibadah sejak tiga tahun lalu.
”Rumah tinggal yang sudah dibeli pihak
gereja itu dibeli dan dijadikan sebagai gereja karena sudah 17 tahun kami
mengurus izin pembangunan gereja, tetapi selalu mendapat penolakan dari
masyarakat Mustika Jaya,” katanya.
Dia menambahkan,
pihaknya bersama beberapa pengurus gereja lainnya, termasuk pengurus Gereja
HKBP Philadelpia di Desa Jejalen Jaya, Kecamatan Tambun Utara,
Kabupaten Bekasi sudah mendatangi Komisi III DPR RI, bahkan juga ke
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Pasal 28F ayat 3
Melihat kasus yang dialami
oleh Ibu Prita Mulyasari vs Omni International Hospital, saya tahu Ibu Prita
tidak pernah bermaksud sengaja hendak mencemarkan nama baik rumah sakit ini
seperti yang dituduhkan kepadanya tapi ia hanya ingin berbagi pengalaman kepada
teman-temannya via e-mail. Kebetulan saja ia mengalami pengalaman kurang enak
terhadap rumah sakit ini.
Setiap hari banyak orang
bekerja dan duduk berjam jam di depan internet dari pagi hingga sore dan
terkadang sampai malam hari. Sambil kerja mereka sempatkan chatting, ngeblog,
kirim e-mail dan download lagu-lagu keren. Tetapi sampai sekarang belum banyak
yang mengetahui adanya Undang-Undang no 11 tahun 1998 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ( ITE).
Pasal 28G Ayat 1
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Contoh kasus pelanggaran HAM sesuai
dengan pasal tersebut adalah :
Kasus Kedung
Ombo adalah peristiwa penolakan penggusuran dan pemindahan lokasi
pemukiman oleh warga karena tanahnya akan dijadikan waduk. Penolakan warga ini
diakibatkan kecilnya jumlah ganti rugi yang diberikan. Ketika sebagian besar
warga sudah meninggalkan desanya, masih tersisa 600 keluarga yang masih bertahan
karena ganti rugi yang mereka terima sangat kecil. Mendagri Soeparjo Rustam
menyatakan ganti rugi Rp 3.000,-/m², sementara warga dipaksa menerima Rp
250,-/m². Warga yang bertahan juga mengalami teror, intimidasi dan kekerasan
fisik akibat perlawanan mereka terhadap proyek tersebut. Pemerintah memaksa
warga pindah dengan tetap mengairi lokasi tersebut, akibatnya warga yang
bertahan kemudian terpaksa tinggal ditengah-tengah genangan air.
Romo Mangun bersama
Romo Sandyawan dan K.H. Hammam Ja’far, pengasuh pondok pesantren Pebelan
Magelang mendampingi para warga yang masih bertahan di lokasi, dan membangun
sekolah darurat untuk sekitar 3500 anak-anak, serta membangun sarana seperti
rakit untuk transportasi warga yang sebagian desanya sudah menjadi danau.Waduk
ini akhirnya diresmikan oleh Presiden Soeharto, tanggal 18 Mei 1991, dan warga
tetap berjuang menuntut haknya atas ganti rugi tanah yang layak.
Tahun 2001, warga yang
tergusur tersebut menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk membuka kembali kasus
Kedung Ombo dan melakukan negosiasi ulang untuk ganti-rugi tanah. Akan tetapi,
Pemda Propinsi dan Kabupaten bersikeras bahwa masalah ganti rugi tanah sudah
selesai. Pemerintah telah meminta pengadilan negeri setempat untuk menahan uang
ganti rugi yang belum dibayarkan kepada 662 keluarga penuntut.
Pasal 28H Ayat 1
“Setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Di era saat ini, sepertinya
masalah kemiskinan masih belum bisa ditanggulangi oleh pemerintah. Bahkan
setiap tahun jumlahnya pun terus bertambah. Keadaanlah yang membuat warga
tersebut terbelenggu oleh kemiskinan. Apalgi kalau ada anggota keluarga yang
sakit, banyak dari mereka yang tidak mampu berobat karena mahalnya biaya
pengobatan saat ini. Sebagian dari anda tentu pernah mendengar istilah
Jamkesmas atau jaminan kesehatan masyarakat. Ini merupakan salah satu program
yang dibuat pemerintah untuk menjamin kebutuhan kesehatan bagi masyarakat
kurang atau tidak mampu. Jamkesmas ini sebenarnya bukan suatu program baru.
Program ini melanjutkan program terdahulunya yaitu askeskin dan kartu sehat
yang semuanya memiliki tujuan yang sama, untuk menjamin pembiayaan kesehatan
masyarakat miskin.
Meski sudah
dijalankan, namun kenyataanya program ini belum mampu menyentuh warga miskin
yang ingin berobat. Pasalnya masih banyak warga miskin yang tidak bisa
mendapatkan perawatan yang layak karena ketidakmampuan akan mahalnya biaya
pengobatan yang harus dibayar. Banyak sekali kasus-kasus yang menimpa warga
miskin ini. Seperti yang terjadi pada Nasarudin. Dalam proses kelahiran ketiga
bayi kembarnya, dirinya sempat mengalami beberapa penolakan dari rumah sakit
karena tidak mampu. Akhirnya ketiga bayinya pun dirawat sekedarnya, hingga
seorang dari ketiga bayinya pun meninggal dunia. Lain halnya dengan Faqih
seorang bayi berusia dua bulan meninggal dunia karena tumor pada ginjalnya.
Meski Faqih telah pergi, namun kedua orang tuanya harus berjuang membayar biaya
pengobatan yang begitu mahal selama perawatan Faqih.
Kasus-kasus diatas
mungkin hanya sebagian kecil yang pernah menimpa warga miskin di negeri ini.
Tindakan dan peran pemerintah sangat penting dalam menanggulangii kasus-kasus
warga miskin yang sulit memperoleh pengobatan. Seperti halnya pengucuran dana
Jamkesmas untuk tahun 2010 ini, pemerintah berencana mengalokasikan anggaran
Rp5,1 triliun untuk membiayai pelayanan kesehatan 76,4 juta penduduk miskin dan
hampir miskin peserta Jamkesmas. Kementerian Kesehatan juga mengusulkan
penambahan alokasi anggaran sekitar Rp1,2 triliun untuk mencakup sekitar 17
juta pekerja sektor informal kurang mampu yang selama ini belum terjangkau
pelayanan Jamkesmas.
Pasal 28I Ayat 1
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hokum, dan hak untuk tidak dituntuk
atas dasar hokum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.”
Contoh kasus pelanggaran HAM sesuai
dengan Pasal 28I Ayat 1 tersebut adalah :
Tragedi Semanggi
Tragedi Semanggi menunjuk kepada
dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa
yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal
dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa
pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.
Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24
September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang
lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka – luka.
Tragedi Semanggi II
Pada 24 September 1999, untuk yang
kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi
mahasiswa.Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk
mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang
materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah
mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang
diberlakukannya UU PKB.Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal
dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Pengadilan HAM ad hoc
Harapan kasus Tragedi Trisakti dan
Semanggi I dan II untuk menggelar pengadilan HAM ad hoc bagi para oknum tragedi
berdarah itu dipastikan gagal tercapai. Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 6
Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut membuat usul
pengadilan HAM kandas, karena tak akan pernah disahkan di rapat paripurna.
Putusan penolakan dari Bamus itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Bamus
telah menolak, namun di tingkat rapim DPR diputuskan untuk dikembalikan lagi ke
Bamus. Hasil rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Karena itu, hampir pasti
usul yang merupakan rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi.
Rapat Bamus dipimpin Ketua
DPR Agung Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam
fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP,
Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara
fraksi yang secara konsisten mendukung usul itu dibawa ke paripurna adalah
Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PAN, dan Fraksi
PDS.
Keputusan Badan Musyawarah
(Bamus) DPR, ini menganulir putusan Komisi III-yang menyarankan pimpinan DPR
berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan
HAM Ad Hoc-membuat penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan
Semanggi semakin tidak jelas.
Pada periode sebelumnya
1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan
II bukanlah pelanggaran berat HAM. 9 Juli 2001 rapat paripurna DPR RI
mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno. Isi
laporan tersebut:
F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi )
menyatakan kasus Trisakti, Semanggi I dan II terjadi unsur pelanggaran HAM
Berat. Sedangkan F-Golkar, F- TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI,
F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS.
Pasal 28I Ayat 2
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapundan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perilaku yang bersifat diskriminatif itu.”
Contoh kasus pelanggaran HAM sesuai
dengan pasal tersebut adalah :
Insiden Dili
Insiden Santa Cruz (juga dikenal
sebagai Pembantaian Santa Cruz) adalah penembakan pemrotes Timor Timur di
[[kuburan Santa [it:Massacro di Dili]] Cruz]] di ibu kota Dili pada 12 November
1991. Para pemrotes, kebanyakan mahasiswa, mengadakan aksi protes mereka
terhadap pemerintahan Indonesia pada penguburan rekan mereka, Sebastião Gomes,
yang ditembak mati oleh pasukan Indonesia sebulan sebelumnya. Para mahasiswa
telah mengantisipasi kedatangan delegasi parlemen dari Portugal, yang masih
diakui oleh PBB secara legal sebagai penguasa administrasi Timor Timur. Rencana
ini dibatalkan setelah Jakarta keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai
anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang
mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.
Dalam prosesi pemakaman,
para mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan,
menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao. Pada saat prosesi
tersebut memasuki kuburan, pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang
yang berdemonstrasi di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250 menghilang.
Salah satu yang meninggal adalah seorang warga Selandia Baru, Kamal Bamadhaj,
seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM berbasis di Australia.
Pembantaian ini disaksikan
oleh dua jurnalis Amerika Serikat; Amy Goodman dan Allan Nairn; dan terekam
dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam membuat rekaman untuk Yorkshire
Television di Britania Raya. Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita
video tersebut ke Australia. Mereka memberikannya kepada seorang wanita Belanda
untuk menghindari penangkapan dan penyitaan oleh pihak berwenang Australia,
yang telah diinformasikan oleh pihak Indonesia dan melakukan penggeledahan
bugil terhadap para juru kamera itu ketika mereka tiba di Darwin. Video
tersebut digunakan dalam dokumenter First Tuesday berjudul In
Cold Blood: The Massacre of East Timor, ditayangkan di ITV di Britania pada
Januari 1992.
Tayangan tersebut kemudian disiarkan ke
seluruh dunia, hingga sangat mempermalukan permerintahan Indonesia. Di Portugal
dan Australia, yang keduanya memiliki komunitas Timor Timur yang cukup besar,
terjadi protes keras.
Banyak rakyat Portugal
yang menyesali keputusan pemerintah mereka yang praktis telah meninggalkan
bekas koloni mereka pada 1975. Mereka terharu oleh siaran yang melukiskan
orang-orang yang berseru-seru dan berdoa dalam bahasa Portugis. Demikian pula,
banyak orang Australia yang merasa malu karena dukungan pemerintah mereka
terhadap rezim Soeharto yang menindas di Indonesia, dan apa yang mereka lihat
sebagai pengkhianatan bagi bangsa Timor Timur yang pernah berjuang bersama
pasukan Australia melawan Jepang pada Perang Dunia II.
Meskipun hal ini menyebabkan pemerintah
Portugal meningkatkan kampanye diplomatik mereka, bagi pemerintah Australia,
pembunuhan ini, dalam kata-kata menteri luar negeri Gareth Evans, ’suatu
penyimpangan’.
Pembantaian ini (yang
secara halus disebut Insiden Dili oleh pemerintah Indonesia)
disamakan dengan Pembantaian Sharpeville di Afrika Selatan pada 1960, yang
menyebabkan penembakan mati sejumlah demonstran yang tidak bersenjata, dan yang
menyebabkan rezim apartheid mendapatkan kutukan internasional.
Kejadian ini kini
diperingati sebagai Hari Pemuda oleh negara Timor Leste yang merdeka. Tragedi
12 November ini dikenang oleh bangsa Timor Leste sebagai salah satu hari yang
paling berdarah dalam sejarah mereka, yang memberikan perhatian internasional
bagi perjuangan mereka untuk merebut kemerdekaan.
Pasal 28I Ayat 4
“Perlindungan, pemajuan, penegakkan,
danpemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama
pemerintah.”
Contoh kasus:
Tragedi Trisakti
Tragedi Trisakti adalah peristiwa
penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut
Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa
Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia
Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti
kepala, leher, dan dada.
Pasal 28J Ayat 2
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang laindan untuk memenuhi tuntunan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu mayarakat demokratis.”
Contoh pelanggaran kasus:
Gerakan 30 September
Gerakan 30 September atau yang
sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan
September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat
tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu
usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha Kudeta yang dituduhkan kepada
anggota Partai Komunis Indonesia.
PKI merupakan partai
komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet.
Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.
PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota
dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota.
Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959
parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden
– sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. Sukarno menjalankan sistem “deklarasi terpimpin”. PKI menyambut
“Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis
yang dinamakan NASAKOM.
Pada era “Demokrasi
Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam
menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar